Tanjung Kutat kadang disebut juga Tanjung Putat, oleh sebagian kecil masyarakat Belinyu. Merupakan daerah pantai yang terdiri dari tanjung, teluk serta muara Sungai Belinyu. Ketiga tempat ini menjadi satu yang disebut Tanjung Kutat. Dengan kombinasi ketiga tempat ini ditambah pasir putih dan batu-batu besar, maka tempat ini menjadi salah satu tempat paforit bagi masyarakat Belinyu menghabiskan liburan di hari Minggu.
Sejarah Tanjung Kutat ini belum dapat digali, cuma cerita dari mulut ke mulut yang tidak tahu asal-usulnya. Ada cerita yang menyatakan Tanjung ini disebut Tanjung Kutat, berasal dari "pukat" karena dahulunya memang daerah ini banyak orang menjaring ikan pakai pukat. Ada juga cerita bahwa "kutat" itu diambil dari nama seorang Cina yang bernama Khu Tat, yang sering memukat ikan disitu. Memang daerah ini tempat nelayan, (mayoritas Cina yang dulu banyak tinggal di Kampung Simping, Padanglalang) menangkap ikan secara tradisional, baik menggunakan pukat tarik, atau pukat hanyut.
Entah benar atau tidak bahwa asal nama Tanjung Kutat itu berasal dari "Khu Tat", atau "pukat" sampai sekarang masih tetap misteri.
NOSTALGIA TANJUNG KUTAT :
Tiga-empat puluh tahun yang lalu, masih banyak ikan di sekitar Tanjung Kutat. Sebelah kanan ke arah Tanjung Gudang, di depan pabrik pembersihan ubur-ubur, biasa orang "guntus" atau memancing ikan Untus, menurut istilah orang Belinyu, yaitu memancing ikan dengan cara berendam sebatas dada. Baur (joran) yang digunakan adalah kayu atau bambu pagar yang panjang dan lurus. Di dada digantungkan "keruntung" (keranjang rotan bundar). Umpan yang digunakan udang serum, potongan cumi-cumi (sotong) atau "punpun" (sejenis cacing laut).
Sedangkan Tanjung Kutat sebelah kiri, di depan Muar, biasa orang menangkap ikan dengan pukat tarik, Dulu, kalau pas musimnya bagus, cukup banyak hasil pukat berupa ikan uset, kerong-kerong, tamban atau untus. Teluk ini (antara Muar dan Tg.Kutat) pada waktu-waktu tertentu, airnya jauh surut ke tengah. sehingga teluk itu menjadi lautan pasir. Biasanya pengunjung yang mandi di laut, mencari lokan (kerang) atau remis (kerang kecil seujung kuku).
Pas di ujung Tanjung Kutat itu, ada tumpukan batu-batu besar, yang sampai sekarang masih ada (lihat foto). Nah remaja-remaja Belinyu pasti banyak yang punya nostalgia dengan batu-batu ini. Diatas atau di sela-sela batu-batu inilah anak-anak muda bersantai. Batu besar ini banyak ditumbuhi "tritip" (tiram yang menempel di batu), kulit tiram ini biasa dipecahkan nelayan untuk diambil isinya. Besar isinya seujung kelingking, dikumpulkan untuk dimakan mentah, dicampur jeruk kunci dan cabe rawit, sebagai bahan "cocolan" ikan bakar, lalapan daun singkong atau nangka rebus.
Bila hasil yang didapat dalam jumlah banyak, maka teritip ini dicampur garam, dimasukkan ke botol untuk difermentasi. Setelah beberapa hari akan jadi apa yang disebut "pekasem", juga untuk bahan cocolan. Inilah extrem kuliner dari bahan teritip.
jaman dulu, sebelum maraknya motor, pada hari Minggu, banyak remaja-remaja Belinyu ke Tanjung Kutat ini dengan mengendarai sepeda, beramai-ramai. Ada rombongan dari Bukit, dari Kampung Jawa, bahkan dari Saber dan lain-lain. Semua berkumpul dan piknik bersama di Tanjung Kutat. di bawah pohon kelapa, yang menjulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar