BUKIT JUKUNG atau AIR JUKUNG : (Revisi-1)

BUKIT JUKUNG :

Lokasi : Dari pertigaan Jalan Cut Nyak Din (Bukit Juna) - Simpang Telek.

Bukit Jukung

Daerah yang sekarang disebut Bukit Jukung ini berbeda dengan makna jaman dulu. Daerah ini dulunya terdapat dua kampung, yaitu kampung Air Jukung dan Kampung Bukit. Air Jukung adalah kampung dari pertigaan Cut Nyak Din lurus sampai sekitar Surau Bukit, sedang dari Surau kearah seterusnya adalah kampung Bukit. Namun saat ini , Keseluruhannya di sebut Bukit Jukung.
Menurut kisah orang-orang tua jaman dulu, disebut Air Jukung, karena di situ terdapat sebuah batu yang berbentuk Jukung , yaitu: sejenis perahu kecil yang terbuat dari batang pohon utuh yang di lubangi tengahnya
Didekat Batu Jukung ini terdapat sumber mata air bersih (bahasa Belinyu= “tumbek”), yang jernih dan digunakan masyarakat sekitar. Sumber air ini dinamakan Air Jukung, sehingga daerah sekitar situ di sebut Air Jukung.
Adapun lokasi batu yang menyerupai Jukung tersebut berada kira-kira 1 km dari pertigaan Jl.Cut Nyak Dien (Bukit Juna) dan masuk lagi kekiri, ke arah sungai pasir kira-kira 1 km dari jalan raya.

Jalan Bukit Jukung di lihat dari pertigaan Jl.Cut Nyak Dien (Bukit Juna)

Sejajar dengan Jalan Air Jukung ini, kira-kira 500 meter di sebelah kanannya, dulu pada Jaman Belanda terdapat Jalan Rail/rel (lori) dari Pelabuhan Berok (Kampung Gudang) hingga ke Mantung, yang sampai saat ini disebut “Jalan Trem” (akan dibahas di posting lain-red).
Jalan Rail ini terus sampai ke “Air Terak” dan belok kiri hingga ke Mantung, sejajar dengan jalur Transmisi 30 KV. Lokasi yang saat ini terdapat tempat pencucian mobil, banyak terdapat pohon sagu rumbia dulunya dinamakan Air Terak, karena dulunya di situ terdapat sumber air yang dekat dengan tempat pembuangan Terak atau Kerak, yaitu deposit sisa peleburan Biji Timah di Mantung.
Adapun Tempat Peleburan Timah di Mantung disebut “Rumah Puput”, karena pembakaran Timah menggunakan api yang menggunaka “blower” (peniup). Blower ini dalam Bahasa Belinyu disebut “puput” (karena memang mengeluarkan bunyi puuuuutttt..). Sehingga rumah peleburan Timah ini disebut “Rumah Puput”.
Kampung Bukit ini sejak dahulu banyak terdapat “kelekak” (kebun buah), Durian, manggis, duku, salak, kelapa banyak terdapat di belakang rumah masyarakat sekitar, hingga saat sekarang.

Buah durian yang banyak terdapak di belakang rumah (kelekak) masyarakat kampung Bukit dan Air Jukung

Foto dicopy dari web seizin christine's.multiply.com


Buah manggis ini juga banyak terdapat di Kampung Bukit dan Air jukung. Buah nya terasa manis-manis asam. Noda getahnya kalau kena baju tidak dapat dihilangkan. Sering di jadikan bahan taruhan untuk menebak jumlah isi (lulum) nya, yang disebut "betaro manggis". (cristine's.multiply.com)

Masalah penamaan Kampung Bukit, rasanya ini agak aneh juga mengingat jalannya tidak melewati perbukitan, memang di kanan jalan, ada sedikit bukit pada belokan. Salah satu rumah di Kampung Bukit, tepatnya di bawah bukit, sebelah kanan belokan, pada jaman Belanda dulu (tahun 20an), merupakan perkebunan bunga yang menjual bermacam aneka bunga, seperti mawar, dahlia, aster, yang konsumennya adalah orang-orang Belanda yang tinggal di Belinyu.
Mungkin karena letak penjual bunga itu berada di bawah bukit tersebut, bisa saja kampung itu disebut “Bukit”. Dan dalam perkembangannya, kampung Air Jukung dan Bukit ini menyatu, sehingga kerap disebut orang “Bukit Jukung”. Namun secara administrasi pemerintahan, tetap dinamakan Kelurahan “Air Jukung”


Mesjid di Bukit Jukung

KEBON KAPITAN :

KEBON KAPITAN :

Lokasi: Di sebelah kanan Padang Nalang

Kebon Kapitan ini dulunya masih jarang di huni orang, cuma merupakan hutan perdu yang dijadikan kebun oleh masyarakat Padang Nalang. Barang kali saja di situ dulu terdapat Kebun milik seorang Kapten. Karena Kapitan bermakna Kapten, yaitu struktur kepangkatan tentara atau kepolisian pada jaman Belanda.

PULAU PUNE : (Revised-1)

PULAU PUNE :

Lokasi: Di sebelah kiri Padang Nalang

Pune dalam bahasa Belinyu bermakna Punai (nama sejenis burung), konon katanya di derah sekitar ini dulunya banyak terdapat burung punai, Hal ini masuk akal juga mengingat burung Punai, yang besarnya mirip burung merpati ini, menyukai habitat seperti lingkungan Pulau Pune. Makanannya berupa biji-bijian dan buah-buahan kecil. Karena banyak terdapat burung Punai (Pune)sehingga daerah di sini dinamakan "Pulau Pune".


Pulau inilah yang aslinya dinamakan Pulau Pune, namun pesisir di Padang nalang yang dekat pulau inipun dinamakan orang sebagai kampung Pulau Pune.

PADANG SIPUT :

PADANG SIPUT:

Lokasi: Daerah di sebelah kanan padang lalang kalau kita menuju mantung

Padang Siput ini tentu bukan tempat yang banyak siput, tetapi tempat dimana ada jalan yang biasa digunakan orang menuju laut untuk mencari siput. Jaman dulu memang di sekitar perairan Belinyu banyak sekali terdapat siput. Seperti “siput gunggung”, “siput isep”. Karena merupakan jalan ke arah pantai yang banyak terdapat siputnya, atau jalan menuju lokasi perburuan siput, sehingga daerah ini di sebut "Padang Siput".

PADANG NALANG : (Revisi-1)

PADANG NALANG :

Lokasi: Terletak dari Simpang Telek sampai ke Bedeng Mantung.

Padang Nalang atau biasa di sebut Padang Lalang, merupakan salah satu kampung terpanjang di Belinyu. Karena merupakan jalan ke Pelabuhan, maka jalan raya Padang Nalang ini diberi nama Jl. Yos Sudarso.

Secara social yang termasuk Padang Nalang itu adalah wilayah dari bawah Bukit Telek sampai ke Bedeng Mantung. Padang Nalang ini pada hakekatnya, merupakan sebuah Kampung Besar, karena ada sub-sub kampung yang lain di sekitar situ yang juga masih termasuk area Padang Nalang. Sub-sub kampung itu adalah: Pulau Pune, Padang Siput, PMD, Kebon Kapitan, bahkan kampung Simping, Karena area cukup luas, penduduknya juga banyak, serta erat hubungan kekerabatan.
Kalau ingin mencapai Padang Nalang dari arah Belinyu, bisa melewati Jl.Sudirman istilahnya (liwat pucuk=lewat atas), bisa juga lewat Bukit Jukung (liwat bawah). Kedua Jalan ini akan bertemu di Bawah Bukit Telek (dekat kantor Telekomunikasi milik PT.Timah).

Bukit Telex

Tahun 75an jalan yang masuk kearah Pasir Mera, Kebon Kapitan di perlebar oleh pemerintah orde lama melalui Program PMD (Pembangunan Masyarakat Desa), sehingga jalan ini sampai sekarang disebut “Jalan PMD”.

Diperempatan jalan ini, dulunya juga ada tempat permandian (kambang), yang di sebut “Aek (air) Wak Umar”. Satu lagi yaitu “Aek Mungkus”, yang berada di rimbunan pohon sagu dan terletak di pinggir jalan raya, di tengah-tengah Kampung Padang Nalang. Kedua tempat permandian ini dulunya cukup bersih, dan banyak digunakan warga Padang Nalang untuk mandi dan mencuci.

Aek Wak Umar, di bawah bukit Telex

Aek Mungkus di Padangnalang


Mesjid Aek Mungkus

Sejak dulu masyarakat Padang Nalang ini terkenal cukup kompak, baik dari segi kekompakan sosial maupun dari segi olahraga. Persatuan Sepakbola nya cukup banyak menghasilkan pemain-pemain yang bagus. Apalagi dukungan supporter ber truck-truck dibawa ke Lapangan Hijau dalam pertandingan 17 Agustus di Kecamatan Belinyu.

Selain olah raga, hal lain yang menonjol pada masyarakat Padang nalang ini adalah rasa kekerabatan dan persatuan yang cukup erat. Seperti masyarakat Belinyu pada umumnya juga, hal-hal yang berbau supranatural di daerah ini cukup memberikan warna bagi daerah ini. Namun seiring dengan perkembangan jaman dan asimilasi serta pembauran masyarakat, cerita seputar itu sudah jarang terdengar.

Padang Nalang sendiri dapat diartikan sebagai Padang yang banyak ditumbuhi oleh Nalang atau Lalang (sejenis padi-padian yaitu ilalang). Entah bagian mana dari daerah ini yang banyak rumput ilalang sehingga nama kampung ini disebut Padang Lalang atau Padang Nalang.