Mungkin demikian juga dengan Kampung Tengah Belinyu, karena pendatang di sini banyak yang datang dari tanah Melayu, jadi budaya Melayu juga berlaku. Ada Mesjid Besar di kampung ini, ya..sudah namakan saja "Kampung Tengah", walaupun secara geografis tidak berada di tengah-tengah Kota Belinyu.
Ikon yang menonjol di Kampung Tengah ini adalah Mesjid Jami. Mesjid ini merupakan tempat berkumpul komunitas para ulama, dan menjadi barometer Islam di kota Belinyu. Tidak heran kalau para ulama besar dari Sapat (Indragiri), Banjarmasin, Palembang banyak tinggal di sekitar Kampung Tengah. Ulama di kota Belinyu, yang biasanya mengajarkan agama di sebut “Mu’alim”.
Para Mualim, yang tinggal di sekitar kampung Tengah ini, mempunyai kedudukan sosial yang tinggi di mata masyarakat, hal ini disebabkan oleh kelebihan pengetahuan dibidang Agama Islam baik secara syariat, maupun muamallah, serta kemampuan Ekonomi yang lebih, karena para mualim ini juga biasanya merangkap sebagai saudagar. Makanya di Kampung ini banyak terdapat rumah-rumah kuto (rumah besar). Sayangnya sebagian rumah-rumah kayu tua itu mulai hilang tergusur rumah modern dan terlindas oleh rumah burung walet.
Rumah burung walet di ujung jalan. View ini diambil dari depan Mesjid Jami'
Papan pengumuman dan Jadwal Sholat Jum'at
Bagian dalam Mesjid Jami' Kampung Tengah Belinyu
Rumah ini penulis foto 5 tahun yang lalu, mungkin saat ini sudah berganti rumah tembok. Arsitektur rumah ini adalah arsitektur rumah Palembang, berbentuk tumah panggung kayu. Mungkin juga di sini dulunya merupakan daerah pasang surut. Sebab jalan sumur laut di bagian belakang rumah ini dulu sebagai pelabuhan pendamping dari pelabuhan utama yang ada di Berok
Rumah tua arsitektur Cina pesisir, berlantai-1, dengan atap genteng kuda-kuda pelana. Teras yang lebar dengan lantai keramik terakota, serta langit-langit yang tinggi membuat rumah ini cukup sejuk. Di depan samping pintu masuk tertulis nama pemilik rumah "Herawanten"
Berhadapan dengan rumah di atas, ada sebuah bangunan yang mirip dengan rumah yang ada di film-film kung-fu Mandarin. Sebuah rumah kayu antik, arsitektur Cina, yang ada di Kampung Tengah kota Belinyu. Teras di lantai dua dengan pagar geometris, membuat bentuk rumah ini sangat oriental sekali.
Lobang angin di atas pintu utama rumah ini, merupakan lobang angin geometris khas arsitektur Cina, berbentuk labirin.
Kelenteng Fuk Tet Che, yang terletak di jalan kelenteng Kampung Tengah, merupakan Kelenteng tua yang telah berusia lebih seratus tahun. Sebagai tempat beribadah warga Tionghoa di Belinyu. Ada 4 meja persembahan (altar) dalam kelenteng ini, masing-masing untuk Dewa Bong Kwet Chung Pak Kung, Dewa Kwan Ti/Guan Gong, Dewi Kwan Im dan Budha Maitreva. Suasana film-film kungfu sangat terasa di Kelenteng ini, ada lonceng, gong dan simbal, yang sering dibunyikan pada saat ada ritual. Bau hio yang dibakar, serta interior yang dinominasi warna emas dan merah, kadang membuat anak-anak tidak berani menoleh atau takut lewat di depan kelenteng ini, saking mistisnya. "Jangan dijingok, kagek ikak te-keno", begitu foklor yang ada di masa kanak-kanak.
Bagaimanapun, Kelenteng Fuk Tet Che ini merupakan asset elemen sejarah kota Belinyu, yang telah ada sebelum kita dilahirkan.