PAHLAWAN-12 : (Revisi-1)

JALAN PAHLAWAN-12 :


Lokasi : Pertigaan HOS Cokroaminoto sampai pertigaan Jl.Cut Nyak Dien.Nama Jalan Pahlawan-12 ini diberikan belakangan sesudah kemerdekaan, yaitu sepotong jalan dari Pertigaan (HOS Cokroaminoto) Kampung Tengah, sampai dengan Pertigaan JL.Cut Nyak dien, yang dulunya daerah ini disebut Sungai Ketok.


Jl.Pahlawan-12 dilihat dari pertigaan Sungai Ketok ke arah pertigaan Jl.HOS Cokroaminoto (Kmp.Tengah)


Membahas Pahlawan-12, tidak terlepas dari peristiwa sejarah kepahlawanan gugurnya beberapa pemuda Belinyu yang tergabung dalam TKR, pada peristiwa penghadangan Belanda di Kampung Petaling di Km.12 dari Pangkalpinang pada tgl. 12 Februari 1946, jam 12.00. (Entah kebetulan atau tidak semua serba 12), sesuai dengan keterangan Pemda Prop.Bangka Belitung.


Tugu pahlawan-12 di Petaling, serta keterangan waktu kejadian peristiwa perjuangan kepahlawanan yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Bangka.



TKR berasal dari API (Angkatan Pemuda Indonesia). Sedangkan API ini merupakan organisasi pemuda yang anggotanya terdiri dari pemuda dan para mantan Seinendan dan Keibondan (milisi bentukan tentara Jepang).


Nama ke 12 para pejuang yang gugur, tertulis di prasasti padaTugu Pahlawan-12 yang baru di Petaling

Dari ke-12 orang TKR itu sebagian besar adalah pemuda Belinyu. Yang penulis ingat adalah:
1. Adam A. Khalik (adik Mulaim Jakpar) asal Pahlawan 12
2. Suwandi Bunkgel Marsyam (Kakak Manteri Sugiman) asal dari Kmp.Jawa.
3. A. Somad Thalib (adik Wak Dahron) asal Sungai Ketok
4. Sulaiman Saimin…………….asal dari air kacip
Penulis masih ingat (sampai hapal) waktu kecil dulu, kalau mengikuti Upacara Kemerdekaan di Kantor Camat, para janda atau ahli waris dari para pahlawan ini, tiap tahun selalu disebut dan dipanggil satu persatu ketengah lapangan upacara untuk mendapat bingkisan penghargaan dari Bapak Camat Belinyu.

Kita tidak tahu apakah sampai saat ini penghargaan ini masih tetap diberikan atau tidak, padahal walaupun ahli warisnya sudah dak ada lagi, sepantasnyalah nama-nama mereka tetap disebutkan atau diumumkan ataupun diadakan “menghening cipta” khusus terhadap para pejuang dari Belinyu, yang telah rela mengorbankan nyawanya untuk negara kita. (Tentang kepahlawanan masyarakat Belinyu terhadap perjuangan ini, Insya Allah kalau bahan-bahan sudah dirapikan, kita bahas dalam posting tersendiri).

Jalan Pahlawan-12 ini pada dasarnya bukan jalan utama, kendaraan yang lewat pun paling Mobil Penumpang, motor, atau sepeda. Untuk menuju Pelabuhan Tanjung Gudang, jalan utamanya adalah Jl.Jenderal Sudirman. Makanya kondisi jalan ini tidak terlalu mendapat perhatian utama dari pemerintah. Perkerasannya cuma dilapisi perkerasan Maccadam (susunan batu dilapisi aspal kasar), belakangan baru jalan ini diaspal, hingga sekarang setelah pengaspalan beberapa kali terlihat mulus.

Jl.Pahlawan-12 dilihat dari pertigaan Jl.Kartini ke arah Kampung Bukit Jukung, terlihat aspal yang mulus

Jalan ini termasuk kota tua Belinyu, dulu masih banyak terdapat rumah-rumah “ja-doel” ber-arsitektur Melayu. Sayangnya bangunan-bangunan antik ini satu persatu diruntuhkan dan diganti dengan bangunan model yang tidak jelas. Sampai sekarang masih terdapat satu dua bangunan kuno di jalan ini, semoga bangunan ini dapat dipertahankan ahli warisnya sebagai warisan indentitas arsitektur melayu di kota Belinyu
Rumah tua bergaya arsitektur melayu yang terdapat di Jalan Pahlawan-12

Sebuah rumah bergaya bangsawan Melayu di Jl. Pahlawan-12 yang bentuk aslinya masih dipertahankan pemiliknya


Ciri rumah Melayu, adalah bubung atap limas, teras depan yang luas, menunjukkan sifat keterbukaan dan kemitraan yang baik dari budaya melayu.


Hal lain yang perlu dikenang bahwa kegiatan pemuda di jalan ini cukup berkembang. Regu Bola Volly “Scorpa” bermarkas di Jl.Pahlawan-12, baik Putera maupun Putri, sering menjadi Juara Volley Kota Belinyu. Bahkan dulu di dekat lapangan Volley Ball milik Scorpa ini ada panggung pertunjukan untuk kegiatan para pemuda-pemudi serta masyarakat di sini.

Mesjid Nurul Taqwa, salah satu mesjid tua di kota Belinyu

Demikianlah sebagian dari kenangan Jalan Pahlawan-12 yang dalam posting ini kita cuma membahas bahwa jalan di daerah dekat Sungai Ketok ini diberi nama Jl. Pahlawan-12, sebagai penghargaan atas gugurnya ke 12 pemuda Bangka, termasuk pemuda Belinyu, yang gugur dalam operasi gerilya militer berupa penghadangan terhadap Belanda di kota Petaling km.12 dari Pangkalpinang pada tgl. 12 Februari 1946

JALAN TREM :

JALAN TREM :

Lokasi : Jalan melintang dari Jalan Melati, hingga ke Kampung Bukit Jukung,
atau Pararel dengan Jalan Pahlawan-XII dan Jalan Bukit Jukung.


Foto ini di scan dari Buku:" Dampak Kehadiran Timah Indonesia sepanjang Sejarah" karangan Sutedjo Sujitno, mengatakan bahwa trem ini adalah trem di kota Belinyu. Kalau memang hal ini benar, berarti foto ini berlokasi di depan Bioskop Belia, sebelum berbelok kiri, ke arah jembatan Beng-beng.


Foto ini juga di scan dari buku yang sama, dimana trem digunakan selain untuk mengangkut hasil Timah ke Berok, juga mengangkut penumpang

Trem Penumpang di Indonesia.

Trem-trem Belanda jenis ini yang banyak beroperasi di Indonesia pada jaman dulu

Sejak dahulu sebetulnya di Indonesia Kereta Api sudah merupakan Alat Angkut yang ditetapkan Pemerintah Belanda. Mereka menyebutnya Trem (Tram). Di Bangka juga terdapat moda angkutan berupa trem (tram), hal ini dapat diduga, karena hampir di setiap kota di Bangka, seperti Pangkalpinang, Sungai liat terdapat nama jalan trem.

Trem memang moda angkutan yang paling efektif dan effisien untuk menghubungkan dua titik. Namun kelemahan moda angkutan ini adalah kurang mobil, karena hanya dapat berjalan di atas jalan baja (rail). Hingga kini bermacam-macam trem sudah di buat. Baik yang besar yang disebut train (Inggris) maupun yang berukuran kecil yang disebut "lori"
Pada Jaman Belanda dulu, pelabuhan di Belinyu yang melayani bongkar muat barang export/import ada di Berok (Kampung Gudang). Disitu dulu terdapat Kantor Bea Cukai (Douane), Syahbandar. Salah satu fungsi pelabuhan ini adalah pelabuhan export hasil Timah batangan yang di lebur di Peleburan Timah di Mantung.
Jalan Trem (Jalan Train/Jalan Rel) dibangun sebagai sarana transportasi orang dan barang yang menghubungkan Mantung dan Pelabuhan Berok. Dari Belinyu ke Mantung, trem ini juga membawa pekerja yang berangkat bekerja ke Mantung, sedang dari Mantung-Belinyu membawa Timah Batangan yang akan di export melalui Pelabuhan Berok.

Seperti di ketahui, pada Jaman Belanda, setiap Wilayah Produksi (Wilasi) Bangka Tin Minning, masing-masing memiliki Tambang/Parit, Unit Pencucian Pasir Timah dan Peleburan Timah di masing-masing daerah. Pada saat itu peleburan timah belum terpusat di Peleburan Timah Mentok (Peltim).

Untuk Wilayah Produksi Belinyu, pasir timah dari tambang-tambang dicuci dan di turunkan kadar airnya (digoreng) di Wassrij (wash-dry) atau “Wasrei”, yang terletak di belakang Rumah Sakit Belinyu. Setelah itu di bawa ke Mantung menggunakan “kampil” (karung kecil) untuk di leburkan menjadi Timah Batangan di Rumah Peleburan Timah (yang disebut Rumah Puput). Hasilnya berupa Timah Batangan yang siap di export .

Tanur peleburan Pasir Timah (Note: Foto-foto dari Forum DS, Web.PT. TIMAH)

Kembali ke Jalan Trem tadi, jalurnya di mulai dari Pelabuhan Berok, terus ke Kampung Gudang, Simpang Pahlawan-XII, terus ke Toko Anam, trus ke Simpang Bioskop Belia (dulu disebut Simpang Limo). Dari situ berbelok kiri, hingga ke Jl. Melati (kai mui=bhs Cina)) . Melewati SMP Negeri-I terus ke lapangan sepak bola stadion hingga memotong Jl.Kartini (Bukit Penyep). Dari situ lurus menembus Jl.Cut Yak Dien (Bukit Juna) Terus hingga ke Air Terak di bawah Kantor Telekomunikasi Padang Nalang.

Sampai di sini, Trem Uap ini berbelok kiri melewati Jalur Transmisi Tegangan Tinggi 30 KVA, melewati sisi Padang Lalang hingga ke Pulau Pune, melewati Batu Dinding hingga ke tempat Peleburan, Rumah Puput di Mantung.

Ada beberapa tempat perhentian Trem ini untuk mengangkut Pegawai yang bekerja di Mantung dan sekitarnya, salah satunya yaitu di pertigaan Jl.Pahlawan-XII. Disinilah mereka menunggu Trem untuk pergi bekerja dari kota Belinyu ke Mantung.

Tahun-tahun 70an, masih tersisa sebagian rel trem ini. Itupun sudah terbenam di dalam tanah. Saat ini mungkin, sudah tidak ada bekasnya, padahal kalau di pelihara, dapat menjadi daya tarik wisata di kota Belinyu. Seperti di jalur kereta api kuno di Ambarawa.

Di Tambang Timah dan Mantung khususnya, yang berada di Belinyu, tentu dulu banyak orang Belanda, Cina Daratan yang menjadi karyawan dan pernah bekerja di situ. Belinyu bisa mengambil bagian sebagai objek Wisata Sejarah Tambang. Apalagi kalau di gandeng dengan kota-kota lain yang ada di Pulau Bangka. Pasti menjdadi objek wisata yang menarik. Saat ini, mungkin masih banyak warga Cina, Belanda yang berminat mengunjungi wisata sejarah di Bangka..
Tahun 84, pernah datang serombongan orang Belanda ke Belinyu, mereka napak tilas ke rumah yang pernah mereka diami pada masa kecil dulu. Kebetulan salah seorang dari mereka (kira2 berusia 60 tahun, bercerita bahwa dulu dia di lahirkan di Belinyu, di Jalan Curam, pada waktu orangtuanya bekerja di Tambang Timah.

Selain untuk bahan industri, Timah juga dibuat kerajinan tangan

Jadi, Jalan Trem, (tram=Belanda) tadi dinamakan demikian, karena memang dulunya jalan itulah yang terdapat jalur trem Berok-Mantung. Sampai sekarang, kalau disebut Jalan Trem itu, adalah jalan panjang dari Jl.Melati hingga ke kampung Bukit Jukung sana.

BUKIT JUKUNG atau AIR JUKUNG : (Revisi-1)

BUKIT JUKUNG :

Lokasi : Dari pertigaan Jalan Cut Nyak Din (Bukit Juna) - Simpang Telek.

Bukit Jukung

Daerah yang sekarang disebut Bukit Jukung ini berbeda dengan makna jaman dulu. Daerah ini dulunya terdapat dua kampung, yaitu kampung Air Jukung dan Kampung Bukit. Air Jukung adalah kampung dari pertigaan Cut Nyak Din lurus sampai sekitar Surau Bukit, sedang dari Surau kearah seterusnya adalah kampung Bukit. Namun saat ini , Keseluruhannya di sebut Bukit Jukung.
Menurut kisah orang-orang tua jaman dulu, disebut Air Jukung, karena di situ terdapat sebuah batu yang berbentuk Jukung , yaitu: sejenis perahu kecil yang terbuat dari batang pohon utuh yang di lubangi tengahnya
Didekat Batu Jukung ini terdapat sumber mata air bersih (bahasa Belinyu= “tumbek”), yang jernih dan digunakan masyarakat sekitar. Sumber air ini dinamakan Air Jukung, sehingga daerah sekitar situ di sebut Air Jukung.
Adapun lokasi batu yang menyerupai Jukung tersebut berada kira-kira 1 km dari pertigaan Jl.Cut Nyak Dien (Bukit Juna) dan masuk lagi kekiri, ke arah sungai pasir kira-kira 1 km dari jalan raya.

Jalan Bukit Jukung di lihat dari pertigaan Jl.Cut Nyak Dien (Bukit Juna)

Sejajar dengan Jalan Air Jukung ini, kira-kira 500 meter di sebelah kanannya, dulu pada Jaman Belanda terdapat Jalan Rail/rel (lori) dari Pelabuhan Berok (Kampung Gudang) hingga ke Mantung, yang sampai saat ini disebut “Jalan Trem” (akan dibahas di posting lain-red).
Jalan Rail ini terus sampai ke “Air Terak” dan belok kiri hingga ke Mantung, sejajar dengan jalur Transmisi 30 KV. Lokasi yang saat ini terdapat tempat pencucian mobil, banyak terdapat pohon sagu rumbia dulunya dinamakan Air Terak, karena dulunya di situ terdapat sumber air yang dekat dengan tempat pembuangan Terak atau Kerak, yaitu deposit sisa peleburan Biji Timah di Mantung.
Adapun Tempat Peleburan Timah di Mantung disebut “Rumah Puput”, karena pembakaran Timah menggunakan api yang menggunaka “blower” (peniup). Blower ini dalam Bahasa Belinyu disebut “puput” (karena memang mengeluarkan bunyi puuuuutttt..). Sehingga rumah peleburan Timah ini disebut “Rumah Puput”.
Kampung Bukit ini sejak dahulu banyak terdapat “kelekak” (kebun buah), Durian, manggis, duku, salak, kelapa banyak terdapat di belakang rumah masyarakat sekitar, hingga saat sekarang.

Buah durian yang banyak terdapak di belakang rumah (kelekak) masyarakat kampung Bukit dan Air Jukung

Foto dicopy dari web seizin christine's.multiply.com


Buah manggis ini juga banyak terdapat di Kampung Bukit dan Air jukung. Buah nya terasa manis-manis asam. Noda getahnya kalau kena baju tidak dapat dihilangkan. Sering di jadikan bahan taruhan untuk menebak jumlah isi (lulum) nya, yang disebut "betaro manggis". (cristine's.multiply.com)

Masalah penamaan Kampung Bukit, rasanya ini agak aneh juga mengingat jalannya tidak melewati perbukitan, memang di kanan jalan, ada sedikit bukit pada belokan. Salah satu rumah di Kampung Bukit, tepatnya di bawah bukit, sebelah kanan belokan, pada jaman Belanda dulu (tahun 20an), merupakan perkebunan bunga yang menjual bermacam aneka bunga, seperti mawar, dahlia, aster, yang konsumennya adalah orang-orang Belanda yang tinggal di Belinyu.
Mungkin karena letak penjual bunga itu berada di bawah bukit tersebut, bisa saja kampung itu disebut “Bukit”. Dan dalam perkembangannya, kampung Air Jukung dan Bukit ini menyatu, sehingga kerap disebut orang “Bukit Jukung”. Namun secara administrasi pemerintahan, tetap dinamakan Kelurahan “Air Jukung”


Mesjid di Bukit Jukung

KEBON KAPITAN :

KEBON KAPITAN :

Lokasi: Di sebelah kanan Padang Nalang

Kebon Kapitan ini dulunya masih jarang di huni orang, cuma merupakan hutan perdu yang dijadikan kebun oleh masyarakat Padang Nalang. Barang kali saja di situ dulu terdapat Kebun milik seorang Kapten. Karena Kapitan bermakna Kapten, yaitu struktur kepangkatan tentara atau kepolisian pada jaman Belanda.

PULAU PUNE : (Revised-1)

PULAU PUNE :

Lokasi: Di sebelah kiri Padang Nalang

Pune dalam bahasa Belinyu bermakna Punai (nama sejenis burung), konon katanya di derah sekitar ini dulunya banyak terdapat burung punai, Hal ini masuk akal juga mengingat burung Punai, yang besarnya mirip burung merpati ini, menyukai habitat seperti lingkungan Pulau Pune. Makanannya berupa biji-bijian dan buah-buahan kecil. Karena banyak terdapat burung Punai (Pune)sehingga daerah di sini dinamakan "Pulau Pune".


Pulau inilah yang aslinya dinamakan Pulau Pune, namun pesisir di Padang nalang yang dekat pulau inipun dinamakan orang sebagai kampung Pulau Pune.

PADANG SIPUT :

PADANG SIPUT:

Lokasi: Daerah di sebelah kanan padang lalang kalau kita menuju mantung

Padang Siput ini tentu bukan tempat yang banyak siput, tetapi tempat dimana ada jalan yang biasa digunakan orang menuju laut untuk mencari siput. Jaman dulu memang di sekitar perairan Belinyu banyak sekali terdapat siput. Seperti “siput gunggung”, “siput isep”. Karena merupakan jalan ke arah pantai yang banyak terdapat siputnya, atau jalan menuju lokasi perburuan siput, sehingga daerah ini di sebut "Padang Siput".

PADANG NALANG : (Revisi-1)

PADANG NALANG :

Lokasi: Terletak dari Simpang Telek sampai ke Bedeng Mantung.

Padang Nalang atau biasa di sebut Padang Lalang, merupakan salah satu kampung terpanjang di Belinyu. Karena merupakan jalan ke Pelabuhan, maka jalan raya Padang Nalang ini diberi nama Jl. Yos Sudarso.

Secara social yang termasuk Padang Nalang itu adalah wilayah dari bawah Bukit Telek sampai ke Bedeng Mantung. Padang Nalang ini pada hakekatnya, merupakan sebuah Kampung Besar, karena ada sub-sub kampung yang lain di sekitar situ yang juga masih termasuk area Padang Nalang. Sub-sub kampung itu adalah: Pulau Pune, Padang Siput, PMD, Kebon Kapitan, bahkan kampung Simping, Karena area cukup luas, penduduknya juga banyak, serta erat hubungan kekerabatan.
Kalau ingin mencapai Padang Nalang dari arah Belinyu, bisa melewati Jl.Sudirman istilahnya (liwat pucuk=lewat atas), bisa juga lewat Bukit Jukung (liwat bawah). Kedua Jalan ini akan bertemu di Bawah Bukit Telek (dekat kantor Telekomunikasi milik PT.Timah).

Bukit Telex

Tahun 75an jalan yang masuk kearah Pasir Mera, Kebon Kapitan di perlebar oleh pemerintah orde lama melalui Program PMD (Pembangunan Masyarakat Desa), sehingga jalan ini sampai sekarang disebut “Jalan PMD”.

Diperempatan jalan ini, dulunya juga ada tempat permandian (kambang), yang di sebut “Aek (air) Wak Umar”. Satu lagi yaitu “Aek Mungkus”, yang berada di rimbunan pohon sagu dan terletak di pinggir jalan raya, di tengah-tengah Kampung Padang Nalang. Kedua tempat permandian ini dulunya cukup bersih, dan banyak digunakan warga Padang Nalang untuk mandi dan mencuci.

Aek Wak Umar, di bawah bukit Telex

Aek Mungkus di Padangnalang


Mesjid Aek Mungkus

Sejak dulu masyarakat Padang Nalang ini terkenal cukup kompak, baik dari segi kekompakan sosial maupun dari segi olahraga. Persatuan Sepakbola nya cukup banyak menghasilkan pemain-pemain yang bagus. Apalagi dukungan supporter ber truck-truck dibawa ke Lapangan Hijau dalam pertandingan 17 Agustus di Kecamatan Belinyu.

Selain olah raga, hal lain yang menonjol pada masyarakat Padang nalang ini adalah rasa kekerabatan dan persatuan yang cukup erat. Seperti masyarakat Belinyu pada umumnya juga, hal-hal yang berbau supranatural di daerah ini cukup memberikan warna bagi daerah ini. Namun seiring dengan perkembangan jaman dan asimilasi serta pembauran masyarakat, cerita seputar itu sudah jarang terdengar.

Padang Nalang sendiri dapat diartikan sebagai Padang yang banyak ditumbuhi oleh Nalang atau Lalang (sejenis padi-padian yaitu ilalang). Entah bagian mana dari daerah ini yang banyak rumput ilalang sehingga nama kampung ini disebut Padang Lalang atau Padang Nalang.

KAMPUNG SIMPING (Rev-1) :

KAMPUNG SIMPING :
LOKASI : Masuk pertigaan Simpang Simping, yang terletak di ujung Kampung Padanglalang ke arah Mantung/Tanjung Gudang.

Apabila, kita menuju Tanjung gudang , di ujung Padanglalang , sebelum naik tanjakan ada sebuah jalan masuk ke arah kanan. Pertigaan ini disebut Simpang Simping, masuk ke dalam kita akan sampai di Kampung Simping.
Simping adalah nama sejenis tiram lebar dan tipis, mirip dengan tiram mutiara. Daging simping ini mirip daging kerang dan cukup enak rasanya. Kalau di jual di pasar sudah tidak ada kulitnya, maka daging simping ini disebut “telakung atau kelakung”. Cara memasaknya digauli asam dan digoreng biasa. Saat ini, simping sudah susah didapat, mengingat habitat hidupnya sudah rusak seiring dengan rusaknya ekosistim laut dan perairan di sekitar Belinyu.
Di Bali, Yogya, kulit Simping ini mempunyai nilai ekonomis tinggi, dapat di buat hiasan dinding, lampu gantung dan lain-lain. Namun sayang nilai-nilai seni dalam budaya masyarakat belinyu tidak terlalu tebal, jadi kulit simping ini Cuma menjadi limbah yang dibuang di pekarangan rumah.
Dulunya di Kampung Simping ini banyak bermukim orang Cina dan masyarakat di situ sebagian berprofesi sebagai nelayan. Selain nelayan mereka juga berkebun buah-buahan, terutama duren (durian). Cukup banyak pohon durian di Kampung Simping ini. Pohonnya sudah tua-tua dan besar. Sampai sekarang Durian dari kampung Simping termasuk jenis durian yang dikenal cukup baik kualitasnya.



























Kembali ke sejarah nama Kampung Simping tadi, kita tidak tahu apakah ada korelasi antara hewan laut simping dengan nama Kampung Simping. Apakah nama kampung Simping ini diambil dari itu, belum pernah kita mendengar, namun yang jelas kata Simping itu menunjuk nama sejenis tiram, yang disebut Simping.
KETERANGAN FOTO :
Foto di download dari Christine's.multiply.com, di kutip seizin pemilik blog, yang baik hati dan cinta kepada kota Belinyu

TANJUNG KUTAT (Rev-1) :

TANJUNG KUTAT :
LOKASI : Disebelah kanan Tanjung Gudang (satu garis pantai)

Tanjung Kutat kadang disebut juga Tanjung Putat, oleh sebagian kecil masyarakat Belinyu. Merupakan daerah pantai yang terdiri dari tanjung, teluk serta muara Sungai Belinyu. Ketiga tempat ini menjadi satu yang disebut Tanjung Kutat. Dengan kombinasi ketiga tempat ini ditambah pasir putih dan batu-batu besar, maka tempat ini menjadi salah satu tempat paforit bagi masyarakat Belinyu menghabiskan liburan di hari Minggu.
Di depan Tanjung Kutat adalah daerah Muar, dinamakan Muar karena itu merupakan Muara dari Sungai Belinyu, yang kami perkirakan hulunya dari Pasir Mera sampai ke Gunung Pelawan sana.Daerah Muar ini tidak didiami orang, cuma dijadikan kebun, atau tempat orang mengambil kayu. Karena memang daerah ini merupakan endapan sedimentasi pantai.
Sejarah Tanjung Kutat ini belum dapat digali, cuma cerita dari mulut ke mulut yang tidak tahu asal-usulnya. Ada cerita yang menyatakan Tanjung ini disebut Tanjung Kutat, berasal dari "pukat" karena dahulunya memang daerah ini banyak orang menjaring ikan pakai pukat. Ada juga cerita bahwa "kutat" itu diambil dari nama seorang Cina yang bernama Khu Tat, yang sering memukat ikan disitu. Memang daerah ini tempat nelayan, (mayoritas Cina yang dulu banyak tinggal di Kampung Simping, Padanglalang) menangkap ikan secara tradisional, baik menggunakan pukat tarik, atau pukat hanyut.
Entah benar atau tidak bahwa asal nama Tanjung Kutat itu berasal dari "Khu Tat", atau "pukat" sampai sekarang masih tetap misteri.

NOSTALGIA TANJUNG KUTAT :
Tiga-empat puluh tahun yang lalu, masih banyak ikan di sekitar Tanjung Kutat. Sebelah kanan ke arah Tanjung Gudang, di depan pabrik pembersihan ubur-ubur, biasa orang "guntus" atau memancing ikan Untus, menurut istilah orang Belinyu, yaitu memancing ikan dengan cara berendam sebatas dada. Baur (joran) yang digunakan adalah kayu atau bambu pagar yang panjang dan lurus. Di dada digantungkan "keruntung" (keranjang rotan bundar). Umpan yang digunakan udang serum, potongan cumi-cumi (sotong) atau "punpun" (sejenis cacing laut).

Sedangkan Tanjung Kutat sebelah kiri, di depan Muar, biasa orang menangkap ikan dengan pukat tarik, Dulu, kalau pas musimnya bagus, cukup banyak hasil pukat berupa ikan uset, kerong-kerong, tamban atau untus. Teluk ini (antara Muar dan Tg.Kutat) pada waktu-waktu tertentu, airnya jauh surut ke tengah. sehingga teluk itu menjadi lautan pasir. Biasanya pengunjung yang mandi di laut, mencari lokan (kerang) atau remis (kerang kecil seujung kuku).





Pas di ujung Tanjung Kutat itu, ada tumpukan batu-batu besar, yang sampai sekarang masih ada (lihat foto). Nah remaja-remaja Belinyu pasti banyak yang punya nostalgia dengan batu-batu ini. Diatas atau di sela-sela batu-batu inilah anak-anak muda bersantai. Batu besar ini banyak ditumbuhi "tritip" (tiram yang menempel di batu), kulit tiram ini biasa dipecahkan nelayan untuk diambil isinya. Besar isinya seujung kelingking, dikumpulkan untuk dimakan mentah, dicampur jeruk kunci dan cabe rawit, sebagai bahan "cocolan" ikan bakar, lalapan daun singkong atau nangka rebus.

Bila hasil yang didapat dalam jumlah banyak, maka teritip ini dicampur garam, dimasukkan ke botol untuk difermentasi. Setelah beberapa hari akan jadi apa yang disebut "pekasem", juga untuk bahan cocolan. Inilah extrem kuliner dari bahan teritip.

jaman dulu, sebelum maraknya motor, pada hari Minggu, banyak remaja-remaja Belinyu ke Tanjung Kutat ini dengan mengendarai sepeda, beramai-ramai. Ada rombongan dari Bukit, dari Kampung Jawa, bahkan dari Saber dan lain-lain. Semua berkumpul dan piknik bersama di Tanjung Kutat. di bawah pohon kelapa, yang menjulang.
Tanjung Kutat adalah cuma satu noktah tempat di Belinyu, namun pasti orang Belinyu pernah ke berkunjung ke sana. Semoga suatu saat mungkin lautan pasir itu tidak berubah menjadi lautan TI apung dan perahu-perahu nelayan disitu tidak menjelma menjadi kapal keruk, yang membuat nelayan harus berlayar lebih jauh mengejar ikan demi sesuap nasi.

KETERANGAN FOTO :
Foto-foto pemandangan Tanjung Kutat. Foto ini di download dari "rusdiography-multiply.com" dan "Christine.multiply.com" dan "rusdhiography.multiply.com" blog orang-orang Bangka