MESJID AL-INAYAH-3 (HABIS)


SEJARAH PEMBANGUNAN MESJID AL-INAYAH BELINYU (revisi-1)

Setelah sekitar 3 tahun shalat Ied di lapangan, pada tahun 1970 Bpk.Ir.Harsono sebagai Kawilasi pada saat itu berniat mendirikan sebuah Mesjid. Setelah mempertimbangkan beberapa lokasi bersama staff TTB, pilihan jatuh di lokasi sekarang ini. Rupanya di situ juga terdapat kuburan Islam yang cukup tua, yaitu Pemakaman “Qubah”.

Menurut sejarahnya Qubah ini merupakan Pemakaman Islam yang terua di Belinyu. Bahkan dari hasil penelusuran yang penulis dengar, ulama yang menyebarkan Islam pertama di Kota Belinyu, yaitu: Syekh Moh Arsyad bin Abdurrahman Asyaad (Th .1721) diperkirakan berasal dari Haddramaut (Jaman Selatan), dimakamkan di sini.

Bagian protokol TTB pun diperintahkan untuk mencari informasi, siapa pemilik kelekak tersebut. Ternyata pemiliknya Bpk.H.Abdurrahman Said. Kebetulan beliau adalah karyawan TTB yang menjabat Kepala Gudang Timah di Mantung. Setelah diutarakan maksud dan keinginan pihak TTB, cq Bpk.Kawilasi Harsono untuk membeli kelekak (kebun) tersebut, oleh Bpk.H.Abdurrahman Said, pemilik kelekak itu malah tidak dijual, bahkan mewakafkan kepada TTB untuk dibangun Mesjid Al-inayah.

Kelekak tersebut, selain terdapat kuburan di sudut antara Jl.Sudirman dengan Jl.Kartini, banyak ditumbuhi pohon karet dan pohon cempedak, serta pohon seruk. Selanjutnya kelekak itu mulai di”tebas” secara gotong royong oleh Karyawan TTB dan masyarakat sekitar, terutama setiap Minggu sore.

Desain Mesjid dibuat oleh Bpk.Ali Fadli , yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Perencanaan di Bagian Pembangunan Wil. Belinyu. Sekitar Th. 1970 dimulailah pembangunan fisik Mesjid, yang dilaksanakan oleh perusahaan rekanan TTB (Annemeer) Bpk. M.Tohri, dengan system dibayar upah buruh saja, tanpa beliau mengambil keuntungan. Sedangkan material dan bahan bangunan didrop oleh TTB sendiri secara swadaya.

Hampir 2 tahun pembangunan, sekitar th 1972, Bpk. Ir.Harsono akan mendapat tugas Pendidikan di London (Inggris), yang kemungkinan juga setelah selesai tidak kembali ke Belinyu. Sedangkan pembangunan masih kurang yaitu teras depan, yang terkendala kekurangan besi beton (beton eisser).

Bagian Protokol yang kebetulan terlibat aktif dalam pembangunan ini, mendapat informasi dari Bpk.Ali Fadli, bahwa ada Sanatorium (tempat perawatan penderita TBC) di Tirus, dekat Lumut yang sudah tidak berfungsi, dan besi betonnya dapat diambil dan digunakan untuk menyelesaikan teras bagian depan.

Makah hal ini dilaporkan kepada Kawilasi, Bpk.Ir.Harsono,dan beliau membolehkan untuk dibongkar dan diambil besi betonnya. Ditawarlah pembongkaran bangunan, dan pengambilan besi itu kepada masyarakat sekitar dengan upah Rp.100/Kg. Karena uang sebegitu cukup bernilai pada Th.1970-an, tentu dengan antusias masyarakat melaksanakannya. Dari besi beton bekas Sanatorium di Tirus, akhirnya teras depan Mesjid Al-Inayah dapat diselesaikan.

Untuk soft opening, Shalat pertama adalah Shalat Jum’at. Namun hal ini mendapat tanggapan negatif sebagian masyarakat Belinyu. “Tau mua wong Belinyu”, yang menguasai masalah tidak mau bicara, yang bicara tidak menguasai masalah. Sebagian mengatakan tidak sah shalat Jum’at di dua tempat dalam satu kota. Ada lagi yang mengatan tidak syah kalau azan atau bedug nya masih saling terdengar. Di Belinyu “sol tumpon” (dari dulu), Shalat Jum’at cuma dilakukan satu-satunya di Mesjid Jami Kampung Tengah.

Terjadi silang pendapat, ada pihak yang setuju ada yang tidak. Bpk.Harsono, tentu tidak nyaman kalau Shalat Jum’at ini malah membawa perpecahan di kalangan umat Islam Belinyu. Maka beliau menugaskan Bagian Protokol TTB untuk bermusyawarah dengan para alim ulama kota Belinyu. Sebagai tetua para Alim Ulama itu adalah Wak Haji Gofar.

Diadakanlah pertemuan di rumah Camat Belinyu, Bpk.Roesman Johan. Dalam pertemuan tersebut, yang kebetulan tidak dihadiri Wak Haji Gofar (karena sakit), terdapat beberapa paham yang belum sepakat dengan boleh/tidaknya Shalat Jum’at di dua tempat dalam satu kota. Sampai “dalu (Ind: jauh malam) jam.2 malam masih belum sepakat. Maka wakil dari TTB, akhirnya menawarkan usul agar perbedaan pendapat ini sebaiknya ditanyakan saja ke Departemen Agama Pangkal Pinang (Ibukota Kabupaten, belum menjadi Kotamadya). Semua peserta rapat setuju, rapat pun bubar “malem buto itu”

Setelah besoknya Bagian Protokol ke Pangkalpinang, fatwa Dep.Agama menyatakan bahwa Shalat Jum’at di dua tempat adalah “syah” secara syariat, asal makmumya melebihi 40 orang. Akhirnya dengan percaya diri dan tanpa beban, TTB mengadakan Shalat Jumat yang pertama di Mesjid Al-Inayah pada ath.1970, sekaligus peresmian Mesjid tersebut.

Yang bertindak sebagai Khatib pada Shalat Juma,at perdana itu adalah Bpk.Ir. Zahri berasal dari Palembang, yang kebetulan beliau adalah orang nomor satu di Tambang Timah Bangka. Beliau menjabat sebagai sebagai Kepala Unit Tambang Timah Bangka.

Kita berterima kasih kepada Bpk.H.Abdurrahman Said yang telah mewakafkan kelekak-nya untuk Al-Inayah, kepada Bpk.Ir.Harsono beserta seluruh staffnya yang telah memprakarsai dan membangun Mesjid ini, Semoga Mesjid Al-Inayah senantiasa dipelihara generasi muda dan warga Belinyu, sebagi tempat ibadah umat Islam.


Pemakaman Islam Quba yang berada di samping, di balik pagar Al-Inayah



Sebagian makam-makam tua yang ada di halaman depan mesjid Al-Inayah


Mesjid Al-Inayah saat ini



Al-INAYAH, artinya “pertolongan”. Mesjid Al-Inayah diharapkan dapat memberikan pertolongan kepada umat Islam warga Belinyu dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya. Demikian mungkin makna dari penamaan Al Inayah ini.

Mesjid ini terletak di Pemakaman Islam Qubah, Berada di "segok" (Ind: belokan) antara Jl.Kartini (Bukit Penyep) dan Jl. Sudirman. Dibangun secara swadaya oleh TTB, atas prakarsa Bpk. Ir.Harsono, selaku Kepala Wilayah Produksi (Kawilasi) Belinyu pada tahun 1970.