Penyampaian:

Disampaikan kepada teman-teman dan pembaca blog yang mengusulkan baik secara langsung maupun di email yang bertubi-tubi agar menulis tentang Panjilo, Bongkap, Lumut dan lain-lain, harap bersabar. Insya Allah akan kami tulis semua.

Walaupun sebagian data sudah kami dapat. Namun mengingat keterbatasan waktu dan kami harus mengumpulkan data serta riset sederhana untuk menulis semua itu.

Terimakasih

KAMPUNG JAWO

KAMPUNG JAWO (Revisi-1)

Hampir tiap kota di Bangka ada Kmp. Jawa. Sungai Liat, Pangkalpinang menyebutnya Kmp.Jawē. Di Belinyu disebut Kmp.Jawo.

Kmp.Jawo sejak jaman Belanda dulu hingga sekarang, dihuni mayoritas orang yg berasal dari Jawa. Jaman dulu Polisi yang ditugaskan Belanda di Belinyu adalah berasal dari Jawa, (krn memang sekolah Polisi cuma ada di Pulau Jawa). Awalnya mereka tinggal di asrama di Tangsi, lambat laun mereka memboyong keluarga dari Jawa dan banyak bermukim di Kmp.Jawa, yang memang dekat dengan Tangsi (Kantor Polisi sekarang).

Juga para pensiunan karyawan kontrak TTB, yang dinamakan “Kontrak Kenten”. Mereka ini adalah pekerja yang didatangkan agen dari Jawa untuk bekerja borongan sebagai tenaga kontrak. Setelah pensiun atau selesai kontrak, mereka bermukim di Kmp.Jawa

Sebagaimana budaya Jawa, imigran yang datang dari Jawa biasanya “bedol desa”. Bukan Cuma orangnya saja yang datang ke Belinyu, tapi segala budaya dan pernak perniknya, bahkan blangkon-nya juga ikut serta, termasuk group Musik, Group Klenengan dan Group Ketoprak. Memang budaya Jawa itu senang “Guyub” (berkumpul) , maka semakin banyaklah orang Jawa yang tinggal disitu, hingga orang Belinyu menyebutnya “Kampung Jawo”. Grup Ketoprak yang rutin pentas di salah satu sanggar di situ adalah grup Ketoprak “Bangun Rekso”, yang bermakna “membangun kebersamaan”

Bagi orang Belinyu asli, hal baru dan modernitas yang datang dari kota di Jawa yang dianggap lebih maju, apalagi Kain Batik yang berasal dari Jawa, merupakan barang elite dan mewah serta mahal pada saat itu. Setiap pertunjukan bukan hanya disaksikan orang Jawa, namun juga orang Belinyu. Dan berlakulah budaya selebritis, dimana pemain ketoprak, sandiwara (tonil), pemain musik, menjadi idola masyarakat. Dan akhirnya banyaklah orang-orang Jawa ini yang kawin mawin dengan orang Belinyu dan mereka berbaur serta menetapkan jati dirinya sebagai orang Belinyu asli, dan tersebar di kampung-kampung seantero Kota Belinyu.

Walaupun mereka sudah turun temurun tinggal di Kmp.Jawo, bahkan lahir di Kmp.Jawo, namun bahasa Belinyu-nya sedikit berbeda dengan bahasa Belinyu asli seperti Sungai Ketok atau Kampung Tengah. Bahasa Belinyu orang Kmp.Jawo lebih Indonesia sedikit, tidak terlalu kental. Misalnya orang Kmp.Jawo lebih umum menggunakan kata “nanti atau sebentar” ketimbang “kagÄ“k”. Menggunakan “ndak do” ketimbang “dak do”. Menggunakan “sudut” ketimbang “bucu”. Lebih umum menyebut “satu” ketimbang “sikok”.

Di Kamp.Jawo juga nama-nama orang Jawa banyak kita temukan, terutama nama-nama orang yang menggunakan “o”. Namun begitu saat ini sudah susah membedakan Belinyu kampung Jawo dan bukan, akibat proses asimilasi yang sudah demikian lama dan kentalnya rasa kekeluargaan yang ada di masyarakat Belinyu. Apalagi generasi sekarang yang ada di Kmp.Jawo sudah merupakan generasi ke-3 bahkan ke-4.

Jadi memang tepatlah kalau Kmp.Jawo ini dinamai demikian, sebagai memorial bahwa di Kampung itu dulu bermukim masyarakat yang asli dari P.Jawa, yang hingga saat ini bisa berdampingan hidup secara damai dan membaur , hingga menjadi orang Belinyu asli.






Ada dua Kmp.Jawo yaitu Kmp.Jawo Atas, yg jalan aspal, dan Kmp.Jawo Bawah tidak diaspal. Foto diatas adalah Kmp.Jawo bawah yang masuk dari jalan ke arah Lapang Bal Perumnas


Ini Jalan Kmp.Jawo bawah yang dari dulu merupakan jalan tanah berbatu tidak pernah diaspal. Melihat rumah-rumah tua dan penduduknya juga yang sudah tua, dapat disimpulkan Kmp.Jawo ini juga adalah salah satu Kampung tua di Kota Belinyu.

Jalan Kmp.Jawo atas, dari arah jalan ke Lapang Hijau (Lapangan Bola)


Di Kmp.Jawo ini dulu ada sekolah Arab (Madrasah) yang dilaksanakan sore hari. Gurunya adalah Alm.Wak Karhie Mukti, yang sangat dekat dengan murid-muridnya. Anak-anak diajarkan menghafal Ayat Al-Quran, menulis Huruf Arab, dan pengetahuan Agama Islam yang lain. Sayang sekali Madrasah ini akhirnya tutup dan tidak ada penggantinya, sebagai pendidikan Agama untuk generasi muda Belinyu.



Ujung jalan Kmp.Jawo yang tembus ke Lapangan Tenis, Krida Stania


Di tengah-tengah Kmp.Jawo dulu ada Pegadaian, yang "Menyelesaikan masalah tanpa masalah" (tanpa masalah bagi Pegadaiannya, tp bagi konsumennya ya...tetap masalah). Orang Belinyu menyebutnya "Rumah Gade". Sekarang tinggal papan nama dan puing-puing bekas bangunan.


Dari depan bekas Madrasah ini bisa jalan terus ke Jl Aek.Cepedak atau belok kiri ke Krida Stania


Jalan Kmp.Jawo Atas yang tembus ke Jl.Aek Cepedak (Jl.Depati Barin), namun jalan ini tidak bisa dilewati kendaraan, karena dulu ada anak tangga yang tinggi. Jalan ini biasa untuk melintas bagi pejalan kaki yang mau ke Pasar atau anak sekolah yang mau ke St.Agnes.


Di ujung Jl.Kmp.Jawo ini ada 2 buah Rumah Dinas TTB, tepatnya di turunan jalan ke Lapangan Bola Perumnas.


Sebuah lagi Rumah tua bekas Rumah Dinas TTB di Kmp.Jawo, yang tinggal puing-puing