KAMPUNG JAWO (Revisi-1)
Hampir tiap kota di Bangka ada Kmp. Jawa. Sungai Liat, Pangkalpinang menyebutnya Kmp.Jawē. Di Belinyu disebut Kmp.Jawo.
Kmp.Jawo sejak jaman Belanda dulu hingga sekarang, dihuni mayoritas orang yg berasal dari Jawa. Jaman dulu Polisi yang ditugaskan Belanda di Belinyu adalah berasal dari Jawa, (krn memang sekolah Polisi cuma ada di Pulau Jawa). Awalnya mereka tinggal di asrama di Tangsi, lambat laun mereka memboyong keluarga dari Jawa dan banyak bermukim di Kmp.Jawa, yang memang dekat dengan Tangsi (Kantor Polisi sekarang).
Juga para pensiunan karyawan kontrak TTB, yang dinamakan “Kontrak Kenten”. Mereka ini adalah pekerja yang didatangkan agen dari Jawa untuk bekerja borongan sebagai tenaga kontrak. Setelah pensiun atau selesai kontrak, mereka bermukim di Kmp.Jawa
Sebagaimana budaya Jawa, imigran yang datang dari Jawa biasanya “bedol desa”. Bukan Cuma orangnya saja yang datang ke Belinyu, tapi segala budaya dan pernak perniknya, bahkan blangkon-nya juga ikut serta, termasuk group Musik, Group Klenengan dan Group Ketoprak. Memang budaya Jawa itu senang “Guyub” (berkumpul) , maka semakin banyaklah orang Jawa yang tinggal disitu, hingga orang Belinyu menyebutnya “Kampung Jawo”. Grup Ketoprak yang rutin pentas di salah satu sanggar di situ adalah grup Ketoprak “Bangun Rekso”, yang bermakna “membangun kebersamaan”
Bagi orang Belinyu asli, hal baru dan modernitas yang datang dari kota di Jawa yang dianggap lebih maju, apalagi Kain Batik yang berasal dari Jawa, merupakan barang elite dan mewah serta mahal pada saat itu. Setiap pertunjukan bukan hanya disaksikan orang Jawa, namun juga orang Belinyu. Dan berlakulah budaya selebritis, dimana pemain ketoprak, sandiwara (tonil), pemain musik, menjadi idola masyarakat. Dan akhirnya banyaklah orang-orang Jawa ini yang kawin mawin dengan orang Belinyu dan mereka berbaur serta menetapkan jati dirinya sebagai orang Belinyu asli, dan tersebar di kampung-kampung seantero Kota Belinyu.
Walaupun mereka sudah turun temurun tinggal di Kmp.Jawo, bahkan lahir di Kmp.Jawo, namun bahasa Belinyu-nya sedikit berbeda dengan bahasa Belinyu asli seperti Sungai Ketok atau Kampung Tengah. Bahasa Belinyu orang Kmp.Jawo lebih Indonesia sedikit, tidak terlalu kental. Misalnya orang Kmp.Jawo lebih umum menggunakan kata “nanti atau sebentar” ketimbang “kagēk”. Menggunakan “ndak do” ketimbang “dak do”. Menggunakan “sudut” ketimbang “bucu”. Lebih umum menyebut “satu” ketimbang “sikok”.
Di Kamp.Jawo juga nama-nama orang Jawa banyak kita temukan, terutama nama-nama orang yang menggunakan “o”. Namun begitu saat ini sudah susah membedakan Belinyu kampung Jawo dan bukan, akibat proses asimilasi yang sudah demikian lama dan kentalnya rasa kekeluargaan yang ada di masyarakat Belinyu. Apalagi generasi sekarang yang ada di Kmp.Jawo sudah merupakan generasi ke-3 bahkan ke-4.
Jadi memang tepatlah kalau Kmp.Jawo ini dinamai demikian, sebagai memorial bahwa di Kampung itu dulu bermukim masyarakat yang asli dari P.Jawa, yang hingga saat ini bisa berdampingan hidup secara damai dan membaur , hingga menjadi orang Belinyu asli.